Fenomena perubahan iklim, pencemaran dan kerusakan lingkungan sudah terjadi, di mana Tanah Papua juga tidak luput dari kejadian ini.
Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Balthasar Kambuaya mengatakan ekoregion Papua merupakan salah satu ekoregion yang memiliki keanekaragaman ekosistem yang cukup tinggi dengan didominasi ekosistem hutan yaitu sekitar 76,2%.
“Akan tetapi dengan bertambahnya penduduk pendatang, aktivitas pertambangan dan pembangunan infrastruktur mendorong lingkungan di Tanah Papua menjadi berubah,” kata Balthasar dalam rilisnya, Kamis (9/10/2014).
Pernyataan tertulis tersebut dibacakan Deputi Bidang Kerusakan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yuwono dalam “Sosialisasi Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup” di Merauke, Kamis (9/10/2014).
Pemanfaatan kawasan hutan yang kemudian diubah peruntukannya menjadi kawasan permukiman, kawasan pertambangan atau peruntukan lainnya, kata dia, turut memberikan kontribusi besar pada persoalan lingkungan hidup.
Walaupun laju perubahan tanah Papua relatif lebih rendah dibandingkan wilayah lain, sejak tahun 2000 hingga 2012 terjadi penurunan perubahan tutupan hutan sebesar 20%.
Kekayaan alam di Papua dan Papua Barat yang melimpah dan karakteristik penduduk yang dikenal memiliki kearifan lokal berkepedulian tinggi merupakan potensi yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dalam menyusun program yang prorakyat dan prolingkungan hidup.
Manokwari, 17 Oktober 2013. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Kabupaten Manokwari menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam rangka upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dan persampahan di Provinsi Papua Barat. Rangkaian acara ini dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Papua Barat.
Dalam sebuah lokakarya tiga hari yang diadakan di Bintuni, Papua Barat, baru-baru ini, masyarakat yang terkena dampak proyek gas Tangguh menuntut agar BP dan pemerintah Indonesia mendengarkan keluhan mereka dan memberi mereka kesempatan untuk berpendapat akan hidup mereka, penghidupan dan masa depan wilayah Teluk Bintuni.
DTE mengajukan pertanyaan yang kritis mengenai proyek raksasa gas alam dan LNG Tangguh, yang dioperasikan oleh BP di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Proyek jutaan dollar yang kini sudah mencapai fase produksi itu menyebabkan adanya perubahan cepat dan besar-besaran terhadap komunitas setempat yang tanah-tanah adatnya dipakai sebagai ladang operasi proyek.
DTE mempertanyakan kepada BP mengenai dampak hak asasi manusia, sosial dan lingkungan serta konteks politik yang lebih luas dan juga melaporkan secara ekstensif mengenai Tangguh.
penggusuran akibat pembangunan proyek tangguh
Pendekatan BP pada pengoperasian proyek Tangguh mengisyaratkan langkah yang semakin menjauh dari 'niat baik' perusahaan tersebut yang selama ini dikemukakan untuk meyakinkan publik baik di Indonesia maupun di Inggris. Kasus masyarakat nelayan di desa Tanah Merah mencuat setelah isu tersebut dimuat dalam terbitan lokal Suara Perempuan Papua. Tanah Merah adalah sebuah desa di wilayah selatan Teluk Bintuni yang digusur untuk mendirikan lokasi utama proyek. Artikel tersebut bersuara kritis terhadap situasi yang dihadapi penduduk yang dipindahkan dan juga terhadap langkah-langkah yang diambil oleh perusahaan untuk memberikan alternatif penghidupan yang baru. DTE telah mendengar dari anggota panel TIAP dan staf BP Indonesia bahwa banyak rumah baru yang dibangun di Tanah Merah Baru sekarang ini kosong dan banyak perlengkapan yang diberikan oleh BP telah dijual (sebagai contoh adalah perahu motor yang diberikan kepada penduduk nelayan).
Situasi tersebut menggambarkan dengan jelas bahwa meskipun telah menunjukkan itikad baik upaya BP untuk berkontribusi pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat setempat tidak mencapai hasil yang diinginkan. Mungkin hal tersebut mengindikasikan bahwa kesenjangan antara realitas perusahaan multinasional besar dengan kondisi penduduk lokal terlalu lebar untuk dijembatani dengan cara tersebut, dan bahwa keberadaan Tangguh masih tetap merupakan ganjalan bagi masyarakat dan lingkungan setempat. Pada akhirnya, hasil dari upaya BP hanya berujud uang tunai dari hasil penjualan perahu motor yang bersifat jangka pendek dan bukannya pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan dan terkelola di Papua.
Sumber:
http://news.bisnis.com/read/20141009/78/263602/menteri-klh-papua-harus-waspadai-perubahan-iklim-dan-kerusakan-lingkungan
http://www.downtoearth-indonesia.org/id/story/perusahaan-perusahaan-multinasional-antri-untuk-mengambil-keuntungan-dari-sumberdaya-di-papua-
http://www.menlh.go.id/upaya-pengendalian-pencemaran-lingkungan-dan-persampahan-di-papua-barat/
http://bapesdalh.papua.go.id/page/62/tantangan-pembangunan-di-papua-dan-langkah-ke-depan-di-bawahmp3ei.htm
http://papuabarat.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=71:papua-barat-menuju-provinsi-konservasi-dan-keterkaitannya-dengan-pembangunan-pertanian-ramah-lingkungan-&catid=5:seminarlokakarya&Itemid=5