Rabu, 17 Desember 2014

PEMANFAATAN MIKROFUNGI Penicillium waksmanii
DAN Penicillium spinulosum DALAM BIOREMEDIASI
LIMBAH MINYAK NABATI
UTILIZATION OF MICROFUNGI Penicillium waksmanii
AND Penicillium spinulosum IN BIOREMEDIATION OF
PLANT OIL WASTE

Hefni Effendi1), Indah Widiastuti2), Surantiningsih3), dan Sigid Hariyadi4)
1) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), IPB
2, 3,4)Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan mikrofungi akuatik, yaitu Penicillium
waksmanii dan Penicillium spinulosum dalam mereduksi kandungan minyak nabati dan pengaruhnya terhadap parameter kualitas..Mikrofungi P. waksmanii dan P. spinulosum diisiolasi dari perairan hutan mangrove Muara Kapuk, Jakarta. Penurunan konsentrasi minyak nabati pada perlakuan 100 ppm yang dilakukan oleh P. waksmanii dan P. spinulosum adalah sebesar 76,70% dan 89%. Sedangkan pada konsentrasi minyak 200 ppm
kedua mikrofungi berhasil menurunkan minyak sebesar 57,65% (P. waksmanii) dan 89,30% (P. spinulosum). Penurunan COD tertinggi baik pada konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm terjadi pada perlakuan P. spinulosum sebesar 56,25% dan 59,69%. Luas penutupan dicapai.

Kata kunci: bioremedias, inyak nabati,. Penicillium spinulosum, dan Penicillium waksmanii


PENDAHULUAN

Minyak dan lemak yang mencemari air sangat merugikan lingkungan karena lapisan
tipis yang dibentuk oleh minyak di permukaan perairan dapat menghambat pelarutan oksigen
dalam air dan menggangu organisme yang hidup dalam peairan. Oleh karena itu diperlukan
penanganan limbah minyak nabati terutama dari industri sebelum di buang ke lingkungan
perairan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pengembangan teknik
bioremediasi adalah teknologi alternatif pengolahan limbah minyak nabati yang relative murah, sederhana dan ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan proses bioremediasi dalam
mendegradasi limbah memanfaatkan aktifitas mikroorganisme sebagai pengurai polutan
kompleks dirubah menjadi senyawa yang lebih sederhana (Citroreksoko, 1996; Fleury, 2007;
Molla et al., 2001). Selain itu teknologi prosesnya cukup sederhana.





METODE PENELITIAN

A.    Tahap Percobaan Pendahuluan

1.     Isolasi mikrofungi

     Sampel diambil dari daun, ranting, buah mangrove yang telah membusuk, dan batu di
daerah Muara Kapuk (Jakarta). Kemudian dikerik dengan menggunakan jarum ose dan
ditumbuhkan pada media agar PDA (Potatoes Dextrose Agar), diinkubasi pada suhu 270C
selama 2-5 hari dan diamati pertumbuhannya.

2. Seleksi mikrofungi

Setelah 2-5 hari isolat ditumbuhkan pada media, didapatkan kultur mikrofungi yangheterogen dalam media. Mikrofungi yang cukup dominan dalam media diseleksi berdasarkan.perbedaan warna dan disubkultur agar diperoleh kultur mikrofungi yang homogen.

3. Identifikasi mikrofungi

3.a. Pembuatan slide kultur

Identifikasi mikrofungi dilakukan berdasarkan ciri-ciri mikroskopik dengan pengamatan struktur morfologi mikrofungi dengan membuat slide kultur mikrofungi yang kemudian diamati dengan mengunakan mikroskop. Slide kultur dibuat dengan menggunakan cawan petri yang diberi kertas saring pada bagian alasnya dengan bentuk seperti cawan petri. Pipa berbentuk V diletakkan di dalam cawan petri, kemudian di bagian atas pipa V diletakan gelas obyek dan gelas penutup dan disterilisasai di dalam autoklaf pada suhu 121-1260C selama ± 15 menit.

3.b. Pengamatan secara mikroskop

Mikrofungi yang sudah tumbuh di slide kultur diamati ciri-ciri mikroskopiknya
dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 10x10 dan 40x10. Identifikasi mikrofungi
dilihat berdasarkan bentuk morfologis seperti konidiofor, konidia, metula, fialid, ada tidaknya
septa, dan tipe percabangan. Secara makroskopik diamati warna hifa, bentuk spora atau
konidia dengan menggunakan buku identifikasi oleh Gilman (1945) dan Fassatiova (1986).

4. Penentuan efisiensi konsentrasi media PDB dengan air

Penentuan konsentrasi penggunanaan media PDB (Potatoes Dextrose Broth) pada percobaan air limbah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Widiyanti et al. (2007) sebesar 1 : 5. Setelah itu dicobakan pada isolat mikrofungi P. waksmanii dan P.

6. Penentuan konsentrasi minyak nabati untuk penelitian

Konsentrasi minyak nabati yang digunakan dalam percobaan ini adalah 100 mg/l dan
200 mg/l. Penentuan konsentrasi minyak tersebut didasarkan pada pendekatan kadar alamiah
minyak nabati di perairan.

7. Penyiapan media air

Air laut bersalinitas 33 psu diberi kaporit dan diinapkan semalam. Hal ini dilakukan untuk membunuh mikroorganisme dalam air laut. Proses selanjutnya air PDAM yang telah difiltrasi kain saring dengan ukuran pori-pori 20 μm dicampur dengan air laut sampai diperoleh salinitas 9 psu. Lalu air tersebut dipanaskan sampai golak pertama di permukaan.

B.Tahap Pelaksanaan

1. Inokulasi mikrofungi ke limbah uji coba

Larutan media PDB dicampur dengan air bersalinitas 9 psu dengan perbandingan
konsentrasi 1 : 5 (166,67 ml dan 833,33 ml) ditambahkan minyak goreng nabati dengan
konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm pada masing-masing percobaan dengan volume total 1
liter dalam setiap wadah toples yang telah disterilisasi,

2. Pengamatan pertumbuhan mikrofungi dan analisis kualitas air

Pengamatan mikrofungi dan analisis kualitas air pada percobaan dilakukan empat kali
selama 6 hari. Pertumbuhan mikrofungi diamati secara visual dan diukur berdasarkan
presentase luas penutupan mikrofungi. Parameter kualitas air yang diukur adalah Chemical
Oxygen Demand (Titrimetrik dikromat, Boyd, 1979), minyak (Partisi-gravimetrik), turbidity
(Turbiditi-meter Model 2100p), Suhu (Termometer), pH (pH meter CG 825 Schott),
dissolved oxygen (DO meter ORION 862).

HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Mikrofungi

Penicillium waksmanii memiliki karakteristik koloni berwarna hijau keabu-abuan dan tepi koloni berwarna putih keabu-abuan. Permukaan koloni berbentuk powder halus (gambar 1.A). P. waksmanii merupakan jenis mikrofungi yang memproduksi konidia. Konidiopor dapat mencapai panjang 100-200 μm dengan lebar 2,5-3 μm setelah 3-5 hari.

2. Kemampuan mikrofungi mendegradasi limbah minyak nabati

Kisaran presentase luas penutupan mikrofungi pada percobaan konsentrasi minyak
nabati 100 mg/l P. waksmanii sebesar 10-98%, P. spinulosum sebesar 10-98% dan kontrol
sebesar 0-40%. Luas penutupan tertinggi P. spinulosum dicapai pada saat pengamatan hari ke
6 (T6) sebesar 98%, begitu juga dengan P. waksmanii sebesar 98% dalam waktu enam hari
(gambar 3).

KESIMPULAN

P. spinulosum lebih baik kemampuannya dalam menurunkan kadar minyak nabati
dibandingkan P. waksmanii. Reduksi konsentrasi minyak nabati pada perlakuan 100 ppm
yang dilakukan oleh P. waksmanii dan P. spinulosum sebesar 76,70% dan 89%. Pada
percobaan dengan konsentrasi minyak nabati 200 mg/l, kedua mikrofungi berhasil
menurunkan minyak nabati sebesar 57,65% (P. waksmanii) dan 89,30% (P. spinulosum).

Ucapan terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada Osaka Gas Foundation Japan yang telah mendanai
penelitian ini melalui Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor.

Daftar Pustaka

Agustina, E., Surantiningsih, N.T.M. Pratiwi dan H. Effendi. Penggunaan mikrofungi akuatik (Rhizopus
stolonifer) sebagai bioremediator dalam mendegradasi limbah minyak nabati. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian Lingkungan di Perguruan Tinggi. Bandung, 20 Juni 2007.

Boyd, C. E. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Auburn University. Alabama. 359 p. 1979.
Citroreksoko, P. Pengantar Bioremediasi. Prosiding, Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam
Pengelolaan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI. Cibinong.(1996): 1-5.

Coulibaly, L., G. Gourene, and S.N. Agathos. Utilization of fungi for biotreatment of raw wastewaters. African
Journal of Biotechnology Vol. 2, No. 12 (2003): 620-630.

Effendi, H. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta.
258 hal. 2003.

Effendi, H. dan Surantiningsih. Prospek penggunaan mikrofungi akuatik sebagai bioremediator air limbah
organik. Prosiding Seminar Nasional Perikanan. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya. Malang, 20
– 21 Februari 2006.

Effendi, H., Surantiningsih, M. Krisanti, dan Destilawaty. Pemanfaatan mikrofungi akuatik sebagai agen
biokonversi air limbah organik. Makalah pada Seminar Nasional Limnologi. Pusat Penelitian Limnologi
LIPI. Jakarta, 5 September 2006.

Fassatiova, O. Moulds and Filamentous Fungi in Technical Microbiology. Volume 22. Churchill Livingstone.
Britain. 217 p. 1986.
Fleury, S. Method for treatment of sewage plant sludges by a fungal process. Free Patent Online, USA. 2007.

Gandjar, I., W. Sjamsuridzal dan A. Oetari. Mikologi: Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
238 hal. 2006.

Gilman, J.C. A Manual of Soil Fungi. The Lowa State Collage Press. Florida. 329p. 1945.
Griffin, D.H. Fungal Physiology. A Willey Interscience Publication. John Willey and Sons. New York. 351 p.
1981.

Molla et al. “In-vitro compatibility evaluation of fungal mixed culture for bioconversion of domestic
wastewater sludge.” World Journal of Microbiology and Biotechnology, Vol. 17, No. 9 (2001): pp. 849-
856.

Widiyanti, D. A. D., Surantiningsih, S. Haryadi, dan H. Effendi. 2007. Pemanfaatan mikrofungi akuatik
(Acremonium strictum dan Mucor hiemalis) dalam mereduksi kandungan minyak nabati limbah cair.

Prosiding Seminar Nasional Penelitian Lingkungan di Perguruan Tinggi. Bandung, 20 Juni 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar