PEMANFAATAN
MIKROFUNGI Penicillium waksmanii
DAN
Penicillium spinulosum DALAM BIOREMEDIASI
LIMBAH
MINYAK NABATI
UTILIZATION
OF MICROFUNGI Penicillium waksmanii
AND
Penicillium spinulosum IN BIOREMEDIATION OF
PLANT
OIL WASTE
Hefni
Effendi1), Indah
Widiastuti2), Surantiningsih3), dan Sigid
Hariyadi4)
1) Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup (PPLH), IPB
2,
3,4)Laboratorium
Produktivitas dan Lingkungan Perairan
Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji kemampuan mikrofungi akuatik, yaitu Penicillium
waksmanii dan Penicillium
spinulosum dalam mereduksi kandungan minyak nabati dan pengaruhnya terhadap parameter
kualitas..Mikrofungi
P. waksmanii dan P. spinulosum diisiolasi dari perairan hutan mangrove Muara
Kapuk, Jakarta. Penurunan konsentrasi minyak nabati pada perlakuan 100 ppm yang
dilakukan oleh P. waksmanii dan P. spinulosum adalah sebesar 76,70% dan 89%.
Sedangkan pada konsentrasi minyak 200 ppm
kedua mikrofungi berhasil
menurunkan minyak sebesar 57,65% (P. waksmanii) dan 89,30% (P. spinulosum). Penurunan
COD tertinggi baik pada konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm terjadi pada perlakuan
P. spinulosum sebesar 56,25% dan 59,69%. Luas penutupan dicapai.
Kata kunci: bioremedias, inyak nabati,.
Penicillium spinulosum, dan Penicillium waksmanii
PENDAHULUAN
Minyak dan lemak yang mencemari
air sangat merugikan lingkungan karena lapisan
tipis yang dibentuk oleh minyak
di permukaan perairan dapat menghambat pelarutan oksigen
dalam air dan menggangu organisme
yang hidup dalam peairan. Oleh karena itu diperlukan
penanganan limbah minyak nabati
terutama dari industri sebelum di buang ke lingkungan
perairan agar tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan. Pengembangan teknik
bioremediasi adalah teknologi
alternatif pengolahan limbah minyak nabati yang relative murah, sederhana dan
ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan proses bioremediasi dalam
mendegradasi
limbah memanfaatkan aktifitas mikroorganisme sebagai pengurai polutan
kompleks dirubah
menjadi senyawa yang lebih sederhana (Citroreksoko, 1996; Fleury, 2007;
Molla et al.,
2001). Selain itu teknologi prosesnya cukup sederhana.
METODE
PENELITIAN
A.
Tahap Percobaan Pendahuluan
1.
Isolasi mikrofungi
Sampel diambil dari daun, ranting, buah
mangrove yang telah membusuk, dan batu di
daerah Muara Kapuk (Jakarta).
Kemudian dikerik dengan menggunakan jarum ose dan
ditumbuhkan pada media agar PDA (Potatoes
Dextrose Agar), diinkubasi pada suhu 270C
selama 2-5 hari dan diamati
pertumbuhannya.
2. Seleksi mikrofungi
Setelah 2-5
hari isolat ditumbuhkan pada media, didapatkan kultur mikrofungi yangheterogen
dalam media. Mikrofungi yang cukup dominan dalam media diseleksi berdasarkan.perbedaan
warna dan disubkultur agar diperoleh kultur mikrofungi yang homogen.
3. Identifikasi mikrofungi
3.a. Pembuatan slide kultur
Identifikasi
mikrofungi dilakukan berdasarkan ciri-ciri mikroskopik dengan pengamatan
struktur morfologi mikrofungi dengan membuat slide kultur mikrofungi yang kemudian
diamati dengan mengunakan mikroskop. Slide kultur dibuat dengan menggunakan cawan
petri yang diberi kertas saring pada bagian alasnya dengan bentuk seperti cawan
petri. Pipa berbentuk V diletakkan di dalam cawan petri, kemudian di bagian
atas pipa V diletakan gelas obyek dan gelas penutup dan disterilisasai di dalam
autoklaf pada suhu 121-1260C selama ± 15 menit.
3.b. Pengamatan secara mikroskop
Mikrofungi yang sudah tumbuh di
slide kultur diamati ciri-ciri mikroskopiknya
dengan menggunakan mikroskop pada
perbesaran 10x10 dan 40x10. Identifikasi mikrofungi
dilihat berdasarkan bentuk
morfologis seperti konidiofor, konidia, metula, fialid, ada tidaknya
septa, dan tipe percabangan.
Secara makroskopik diamati warna hifa, bentuk spora atau
konidia dengan menggunakan buku identifikasi oleh
Gilman (1945) dan Fassatiova (1986).
4. Penentuan efisiensi konsentrasi media
PDB dengan air
Penentuan
konsentrasi penggunanaan media PDB (Potatoes Dextrose Broth) pada percobaan air
limbah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Widiyanti et al. (2007) sebesar 1 : 5. Setelah itu dicobakan
pada isolat mikrofungi P. waksmanii dan P.
6. Penentuan konsentrasi minyak nabati
untuk penelitian
Konsentrasi minyak nabati yang
digunakan dalam percobaan ini adalah 100 mg/l dan
200 mg/l. Penentuan konsentrasi
minyak tersebut didasarkan pada pendekatan kadar alamiah
minyak nabati di perairan.
7. Penyiapan media air
Air laut
bersalinitas 33 psu diberi kaporit dan diinapkan semalam. Hal ini dilakukan untuk
membunuh mikroorganisme dalam air laut. Proses selanjutnya air PDAM yang telah difiltrasi
kain saring dengan ukuran pori-pori 20 μm dicampur dengan air laut sampai diperoleh
salinitas 9 psu. Lalu air tersebut dipanaskan sampai golak pertama di
permukaan.
B.Tahap Pelaksanaan
1. Inokulasi mikrofungi ke limbah uji
coba
Larutan media PDB dicampur dengan
air bersalinitas 9 psu dengan perbandingan
konsentrasi 1 : 5 (166,67 ml dan
833,33 ml) ditambahkan minyak goreng nabati dengan
konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm
pada masing-masing percobaan dengan volume total 1
liter dalam setiap wadah toples yang telah
disterilisasi,
2. Pengamatan pertumbuhan mikrofungi dan
analisis kualitas air
Pengamatan mikrofungi dan
analisis kualitas air pada percobaan dilakukan empat kali
selama 6 hari. Pertumbuhan
mikrofungi diamati secara visual dan diukur berdasarkan
presentase luas penutupan
mikrofungi. Parameter kualitas air yang diukur adalah Chemical
Oxygen Demand (Titrimetrik
dikromat, Boyd, 1979), minyak (Partisi-gravimetrik), turbidity
(Turbiditi-meter Model 2100p),
Suhu (Termometer), pH (pH meter CG 825 Schott),
dissolved oxygen (DO
meter ORION 862).
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Mikrofungi
Penicillium
waksmanii memiliki karakteristik koloni berwarna hijau keabu-abuan dan tepi
koloni berwarna putih keabu-abuan. Permukaan koloni berbentuk powder halus
(gambar 1.A). P. waksmanii merupakan jenis mikrofungi yang memproduksi konidia.
Konidiopor dapat mencapai panjang 100-200 μm dengan lebar 2,5-3 μm setelah 3-5
hari.
2. Kemampuan mikrofungi mendegradasi
limbah minyak nabati
Kisaran presentase luas penutupan
mikrofungi pada percobaan konsentrasi minyak
nabati 100 mg/l P. waksmanii sebesar
10-98%, P. spinulosum sebesar 10-98% dan kontrol
sebesar 0-40%. Luas penutupan
tertinggi P. spinulosum dicapai pada saat pengamatan hari ke
6 (T6) sebesar 98%,
begitu juga dengan P. waksmanii sebesar 98% dalam waktu enam hari
(gambar 3).
KESIMPULAN
P. spinulosum lebih baik
kemampuannya dalam menurunkan kadar minyak nabati
dibandingkan P. waksmanii.
Reduksi konsentrasi minyak nabati pada perlakuan 100 ppm
yang dilakukan oleh P.
waksmanii dan P. spinulosum sebesar 76,70% dan 89%. Pada
percobaan dengan konsentrasi
minyak nabati 200 mg/l, kedua mikrofungi berhasil
menurunkan minyak nabati sebesar 57,65% (P.
waksmanii) dan 89,30% (P. spinulosum).
Ucapan terima kasih
Terima kasih disampaikan kepada Osaka
Gas Foundation Japan yang telah mendanai
penelitian ini melalui Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup, Institut Pertanian Bogor.
Daftar Pustaka
Agustina, E., Surantiningsih,
N.T.M. Pratiwi dan H. Effendi. Penggunaan mikrofungi akuatik (Rhizopus
stolonifer) sebagai
bioremediator dalam mendegradasi limbah minyak nabati. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian Lingkungan di
Perguruan Tinggi. Bandung, 20 Juni 2007.
Boyd, C. E. Water Quality in
Warmwater Fish Ponds. Auburn University. Alabama. 359 p. 1979.
Citroreksoko, P. Pengantar
Bioremediasi. Prosiding, Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam
Pengelolaan Lingkungan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI. Cibinong.(1996): 1-5.
Coulibaly, L., G. Gourene, and
S.N. Agathos. Utilization of fungi for biotreatment of raw wastewaters. African
Journal of Biotechnology Vol. 2,
No. 12 (2003): 620-630.
Effendi, H. Telaah kualitas air
bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta.
258 hal. 2003.
Effendi, H. dan Surantiningsih.
Prospek penggunaan mikrofungi akuatik sebagai bioremediator air limbah
organik. Prosiding Seminar
Nasional Perikanan. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya. Malang, 20
– 21 Februari 2006.
Effendi, H., Surantiningsih, M.
Krisanti, dan Destilawaty. Pemanfaatan mikrofungi akuatik sebagai agen
biokonversi air limbah organik.
Makalah pada Seminar Nasional Limnologi. Pusat Penelitian Limnologi
LIPI. Jakarta, 5 September 2006.
Fassatiova, O. Moulds and
Filamentous Fungi in Technical Microbiology. Volume 22. Churchill Livingstone.
Britain. 217 p. 1986.
Fleury, S. Method for treatment
of sewage plant sludges by a fungal process. Free Patent Online, USA. 2007.
Gandjar, I., W. Sjamsuridzal dan
A. Oetari. Mikologi: Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
238 hal. 2006.
Gilman, J.C. A Manual of Soil
Fungi. The Lowa State Collage Press. Florida. 329p. 1945.
Griffin, D.H. Fungal Physiology.
A Willey Interscience Publication. John Willey and Sons. New York. 351 p.
1981.
Molla et al. “In-vitro
compatibility evaluation of fungal mixed culture for bioconversion of domestic
wastewater sludge.” World Journal
of Microbiology and Biotechnology, Vol. 17, No. 9 (2001): pp. 849-
856.
Widiyanti, D. A. D.,
Surantiningsih, S. Haryadi, dan H. Effendi. 2007. Pemanfaatan mikrofungi
akuatik
(Acremonium strictum dan Mucor
hiemalis) dalam mereduksi kandungan minyak nabati limbah cair.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian Lingkungan di
Perguruan Tinggi. Bandung, 20 Juni 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar